Tabel di bawah menunjukkan dinamika pergerakan konsumsi rumah tangga Indonesia antara 2009 dan 2010 berdasarkan kelompok pendapatan. Tabel ini saya olah dari hasil tabulasi oleh Dr. Sudarno Sumarto berdasarkan data Suenas panel. Angka-angka di dalam tabel menunjukkan kelompok pendapatan individu di tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya. Kuantil 1 adalah individu yang termasuk 20 persen rumah tangga termiskin, sementara kuantil 5 adalah mereka yang ada di 20 persen terkaya.
Dari tabel ini, 58 persen penduduk di kelompok termiskin tahun 2009 tetap di kelompok itu pada tahun 2010. Tapi ini juga berarti ada lebih dari 40 persen penduduk termiskin yang 'memanjat' ke kelompok pendapatan lebih tinggi. Artinya, seorang penduduk di kelompok pendapatan termiskin memiliki 40 persen peluang untuk 'memanjat' kelas pendapatan. Bahkan ia punya 6 persen peluang untuk memanjat ke dua kuantil teratas.
Seseorang yang di tahun 2009 ada di kuantil kedua termiskin punya probabilitas sekitar 35 persen untuk tetap di kelompok pendapatan yang sama, dan 37 persen peluang untuk 'memanjat' ke tiga kuantil yang lebih tinggi. Di saat yang sama, ia juga menghadapi probabilitas sekitar 1 berbanding 4 untuk turun kelas menjadi kelompok termiskin.
Sekarang kita lihat mereka yang ada di kelompok 20 persen terkaya. Sebanyak 65 persen dari mereka di kelompok ini bisa bertahan. Tapi hampir seperempatnya turun kelas ke kuantil 4. Secara keseluruhan, 38 persen dari kelompok terkaya di tahun 2009 ini turun kelas ke 4 kuantil di bawahnya.
Tentu banyak penyederhanaan yang ditampilkan oleh angka-angka di tabel ini. Kita belum bicara apa tentang analisis multivariat tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi seseorang menjadi climber atau slider. Data yang disajikan juga hanya menunjukkan periode singkat, setahun. Kita belum bisa melihat dinamika dalam rentang waktu yang lebih panjang.
Tapi satu hal yang bisa kita lihat adalah dinamika antarkelompok pendapatan di Indonesia relatif besar. Seorang individu, terutama di tiga kuantil menengah, menghadapi kemungkinan yang cukup tinggi untuk memanjat, turun atau bertahan di kelompok pendapatan mereka dalam periode satu tahun.
Artinya, ketika kita bicara kemiskinan, maka porsi cukup besar dari orang miskin yang kita lihat di sebuah tahun bukanlah orang sama dengan penduduk miskin di tahun sebelumnya. Ini membawa banyak implikasi bagi kebijakan. Pertama, ini menegaskan pentingnya kebijakan yang memberikan jaring pengaman atau proteksi sosial, untuk mencegah lebih banyak penduduk yang menjadi sliders. Kedua, mekanisme targeting untuk program-program bantuan sosial juga harus diperbaiki dan ditinjau ulang setiap tahun, karena target penerima kebijakan artinya juga selalu berubah.
Di sisi lain, ini juga menunjukkan bahwa apa yang disebut sebagai 'perangkap kemiskinan', kalaupun ada, adalah perangkap yang lemah. Orang masih bisa lepas dari perangkap itu. Mungkin Rhoma Irama perlu meninjau lagi lirik lagunya 'yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin'.
No comments:
Post a Comment