Thursday, April 01, 2010

Ekonomi korupsi (3) korupsi optimal?

Robert Klitgaard[1] pernah mengajukan kerangka analisis yang sedikit berbeda tentang korupsi yang efisien. Ia melihat dari sudut pandang kegiatan pemberantasan korupsi. Masyarakat (dan perekonomian) akan diuntungkan dengan adanya pemberantasan korupsi (atau, dari tingkat korupsi yang lebih kecil). Tapi pemberantasan korupsi juga menghasilkan biaya.

Gambar 2 menjelaskan situasi ini. Sumbu datar adalah intensitas kegiatan pemberantasan korupsi. Makin ke kanan artinya semakin banyak sumber daya yang dialokasikan untuk memberantas korupsi. Kurva MSB (Marginal Social Benefit) menunjukkan tambahan keuntungan sosial yang didapat dari setiap unit kenaikan intensitas pemberantasan korupsi. Perhatikan bahwa kurva MSB bergerak dari kiri atas ke kanan bawah. Ketika tingkat intensitas pemberantasan korupsi masih rendah (atau, korupsi masih tinggi), maka peningkatan intensitas sedikit saja akan memberikan keuntungan yang besar. Makin tinggi intensitasnya, makin kecil keuntungan tambahan yang dihasilkan. Bayangkan kondisi dimana semakin sedikit peluang untuk korupsi. Menambah satu orang personel KPK tidak akan banyak berarti karena koruptor yang potensial ditangkap juga makin sedikit.

Kurva MSC (Marginal Social Cost) adalah biaya sosial yang ditimbulkan dari pemberantasan korupsi. Kurva ini bergerak dari kiri bawah ke kanan atas. Artinya, ketika pemberantasan korupsi masih rendah (tingkat korupsi tinggi), intensitas kegiatan antikorupsi bisa ditingkatkan dengan biaya sosial yang relatif kecil. Tapi ketika rambu-rambu dan pengawasan tindakan korupsi sudah begitu ketat, maka semakin banyak rambu atau pengawasan justru membuat ruang bagi kegiatan ekonomi makin kecil, bahkan bisa membuat stagnasi.

Implikasi dari kerangka analisis ini adalah, ada sebuah tingkat korupsi optimal – yang lebih besar dari nol – yang bisa ditoleransi. Tingkat korupsi optimal ini ditunjukkan oleh titik K*. Jika kita ingin menambah intensitas pemberantasan korupsi, biaya sosial yang dihasilkan lebih besar dari tambahan manfaat. Sebaliknya, mengurangi intensitas artinya memberi ruang lebih besar bagi korupsi.

Banyak contoh menunjukkan bahwa kerangka berpikir ini ada benarnya. Pemerintah Filipina hingga saat ini masih berusaha mendapatkan harta mendiang mantan presiden Marcos. Jutaan Dolar Amerika sudah dikeluarkan untuk upaya ini, termasuk membayar pengacara. Tapi sejauh ini harta yang berhasil disita belum sepadan dengan sumber daya yang sudah dikeluarkan.

Contoh lain, dalam proses rekonstruksi pascatsunami, ada semangat mulia untuk membangun kembali Aceh dan Nias dengan ‘bersih.’ Untuk menutup ruang bagi korupsi, banyak LSM dan donor internasional memasang rambu-rambu yang relatif ketat tentang proses pengadaan barang, tender, penyaluran dan sebagainya. Namun, berbagai rambu antikorupsi di sisi lain membuat proses menjadi lebih lambat. Dalam proses rekonstruksi, kecepatan menjadi faktor sangat penting, karena kita berpacu dengan nasib para korban. Dalam kasus ini, mungkin kita terpaksa menolerir sedikit korupsi untuk kecepatan proses rekonstruksi.[2]

Analisis seperti ini tentu juga bisa dikritik dan diperdebatkan. Kritik paling sering dilontarkan adalah bagaimana kita menghitung biaya dan manfaat sosial dari korupsi. Tidak semua hal, baik biaya maupun manfaat, bisa dikuantifikasi. Dalam kasus Filipina, misalnya, argumen tandingan bisa diajukan bahwa yang dicari bukan semata-mata nilai nominal dari aset Marcos. Tapi proses ini merupakan simbol untuk menarik garis batas dengan masa lalu.

Ini adalah kritik yang betul dan sahih. Tapi kritik demikian tidak membuat kerangka analisis di atas menjadi gugur dan tidak bisa dipakai. Perhatikan bahwa ‘biaya’ dan ‘manfaat’ di sini didefinisikan sebagai biaya dan manfaat sosial, yang lebih luas dari perhitungan biaya-manfaat secara finansial, dan seringkali memang tidak bisa dihitung secara kuantitatif. Analisis di atas adalah sebuah kerangka hipotetis, untuk mengingatkan bahwa sebuah kebijakan, betapapun baik tujuannya, selalu memiliki trade-off. Tantangannya adalah bagaimana memperkecil trade-off itu.


Catatan

[1] Klitgaard, Robert E. Controlling Corruption. Berkeley, CA: University of California Press, 1988.

[2] Ini adalah observasi yang saya lihat ketika sempat terlibat langsung dalam proses rekonstruksi pascatsunami di Aceh, sebagai staf magang di Kantor Bank Dunia Banda Aceh, Juni-Agustis 2005.

2 comments:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete
  2. Saya memiliki skor kredit yang sangat rendah sehingga upaya saya untuk meminjam dari Bank ditolak. Saya merasa bangkrut sampai-sampai saya tidak mampu membeli tiga kali sehari, dan saya benar-benar bangkrut karena nama saya identik dengan kemiskinan. saya berhutang baik dari teman-teman saya dan juga dari rentenir hidup saya di bawah ancaman saya harus melarikan diri dari rumah dan saya membawa anak-anak saya untuk bertemu ibu mertua saya karena sifat ancaman yang saya terima dari mereka yang meminjamkan saya uang Jadi saya harus mencari cara cepat dan mendesak untuk membayar kembali uang itu dan juga memulai bisnis baru usaha pertama saya sangat mengerikan karena saya ditipu sebesar Rp5.390.020,00 saya harus pindah juga dua minggu kemudian saya kehilangan Rp300.500,00 kepada pemberi pinjaman yang curang jadi saya turun secara finansial dan emosional karena ini yang paling tidak saya harapkan sehingga seorang teman saya memberi tahu saya untuk menghubungi email ini: :( iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com) bahwa saya harus meminta jumlah berapa pun berharap agar Bunda Iskandar selalu menjadi kembali untuk memberikan bantuan keuangan kepada siapa pun yang membutuhkan sehingga saya meminta untuk jumlah Rp850.000.000,00 dalam waktu 24 jam cerita saya berubah untuk selamanya saya membayar semua hutang saya dan saya juga memiliki cukup uang untuk membiayai sendiri bisnis semua terima kasih kepada teman saya yang memperkenalkan saya kepada ibu khususnya dan juga kepada Ibu Iskandar pada umumnya untuk mengubah rasa malu saya menjadi terkenal
    Atas perkenan: ISKANDAR LESTARI LOAN COMPANY
    Email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)

    ReplyDelete