Saturday, April 03, 2010

Ekonomi korupsi (1) pendahuluan dan teori dasar

Korupsi sudah jadi isu ekonomi bahkan sejak era Adam Smith. Smith mengamati bagaimana pemerintah Inggris di Abad 18-19 yang sentralistik dan punya kekuatan monopoli atas perdagangan internasional berkaitan erat dengan korupsi.[1] Tapi pembahasan yang lebih formal-teoretis baru mulai berkembang setelah 1980an. Sebelumnya, korupsi dianggap bukan termasuk topik yang menarik bagi ekonom.[2] Baru setelah artikel karya Susan Rose-Ackerman dimuat di sebuah jurnal terkemuka tahun 1975,[3] korupsi mulai menjadi arus utama dalam disiplin ekonomi.

Sejak 1980an, isu korupsi makin popular di kalangan ekonom. Dalam ranah teoretis, kecenderungan ini sejalan dengan berkembangnya subdisiplin ‘ekonomi kelembagaan.’ Ini ditandai dengan diberikannya hadiah Nobel ekonomi pada James Buchanan (1986), Ronald Coase (1991) dan Douglass North serta Robert Fogel (1993), atas kontribusi mereka dalam mengintegrasikan aspek kelembagaan dalam teori ekonomi.

Perubahan paradigma juga terjadi di ranah empiris dan kebijakan pembangunan ekonomi. Akademisi, praktisi kebijakan dan lembaga donor mulai berpikir bahwa korupsi adalah salah satu alasan utama, kalau bukan paling utama, mengapa negara-negara berkembang menderita keterbelakangan dan ketertinggalan. [4] Sebelumnya, ketiadaan modal fisik dan manusia untuk menjalankan pembangunan dianggap sebagai faktor yang menyebabkan adanya negara miskin dan maju. Orientasi kebijakan pembangunan pun bergeser dari ‘pembangunan fisik’ ke arah ‘pembangunan kelembagaan.’[5]

Mayoritas literatur ekonomi melihat korupsi sebagai problem di sektor publik. Belakangan memang makin banyak studi yang melihat korupsi di sektor swasta. Meski demikan, tanpa mengecilkan signifikansi korupsi di sektor swasta, masih banyak ruang yang bisa dieksplorasi dari pendekatan klasik ini. Atas dasar itu, pembahasan di Bab ini akan lebih fokus pada korupsi sebagai problem sektor publik.

Setidaknya ada empat pertanyaan menarik terkait korupsi dari perspektif teori ekonomi:

  1. Apa pengertian korupsi?
  2. Apa penyebab korupsi?
  3. Apa pengaruh korupsi terhadap kinerja ekonomi?
  4. Bagaimana menjawab pertanyaan 3 di atas secara empiris?

Dua pertanyaan pertama tidak akan menjadi fokus pembahasan di Bab ini, karena agaknya sudah cukup banyak literatur yang mengelaborasinya. Tapi untuk melengkapi analisis, hal ini akan disinggung dalam bagian kedua Bab ini yang mengangkat beberapa teori dasar dalam ekonomi terkait korupsi. Dua bagian berikutnya masing-masing akan mencoba menjawab pertanyaan ketiga dan keempat. Kontribusi yang mungkin cukup signifikan dari Bab ini adalah bagian keempat yang merupakan studi empiris tentang dampak korupsi terhadap perekonomian, menggunakan data antarnegara.

Beberapa teori dasar

Studi korupsi dalam ilmu ekonomi umumnya berangkat dari dua bangunan teori. Yang pertama adalah teori perburuan rente (rent-seeking). Istilah ‘rente’ merujuk pada klasifikasi Adam Smith tentang balas jasa faktor produksi. Upah adalah balas jasa bagi tenaga kerja, profit bagi pengusaha, sementara rente adalah balas jasa bagi aset. Bunga pinjaman, sewa tanah atau bangunan adalah beberapa contoh rente.

Masalah timbul ketika pelaku ekonomi berusaha mendapatkan rente dari aset yang bukan miliknya. Bagaimana seseorang bisa memperoleh rente dari aset yang bukan milik pribadinya (atau dari aset yang tidak seharusnya menjadi milik pribadi siapapun)? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menelusuri dari mana hak kepemilikan berasal: politik dan hukum. Sumber rente adalah kekuatan monopoli, atau wewenang untuk memberikan hak monopoli, yang dimiliki pemerintah. Pemerintah punya wewenang untuk menerbitkan kartu identitas (paspor, KTP), melakukan jual-beli (peralatan militer), atau memberikan fasilitas monopoli bagi pihak swasta (lisensi ekspor). Inilah fokus dari studi-studi tentang perburuan rente – bagaimana pelaku ekonomi mempengaruhi proses politik untuk memperoleh rente. Dalam ilmu ekonomi, yang dianggap pionir dari studi-studi tentang perburuan rente adalah Gordon Tullock.[6] Istilah rent-seeking sendiri dipopulerkan oleh Anne Krueger.[7]

Perhatikan bahwa perburuan rente di sini adalah terminologi yang luas. Ia mencakup berbagai jenis kegiatan; legal maupun ilegal, berdampak positif, negatif maupun netral. Korupsi adalah bentuk perburuan rente yang ilegal, sementara lobbying secara umum adalah legal (dalam kondisi tertentu). Perlu diingat bahwa legal tidaknya sebuah aktifitas perburuan rente tidak berkaitan dengan apakah kegiatan itu menimbulkan kerugian bagi ekonomi. Bisa dikatakan lobbying menimbulkan kerugian karena ada sumber daya yang hilang, yang mungkin bisa digunakan untuk kegiatan lain yang produktif.[8] Sebaliknya, untuk kasus-kasus tertentu korupsi belum tentu menjadi biaya neto. Kita akan membahas lebih lanjut soal ini di bagian berikut.

Bangunan teori yang kedua adalah teori atasan-bawahan (principal-agent). Teori ini melihat relasi antara dua pihak dengan tujuan serta insentif berbeda yang terjadi dalam situasi informasi yang tidak seimbang atau asimetris. Pihak pertama, atasan (principal), memiliki sebuah tujuan akhir yang diinginkan. Untuk mencapai tujuan itu, atasan mendelegasikan pekerjaan ini pada bawahan (agent) dengan insentif atau kompensasi tertentu. Atasan dan bawahan di sini tidak selalu identik dengan hirarki dalam perusahaan atau organisasi. Dalam konteks pemerintahan, misalnya, pejabat publik dan anggota parlemen adalah bawahan sementara pemilih adalah atasan.

Dalam kondisi ideal, atasan bisa memonitor penuh kinerja bawahan, dan tujuan akhir yang ditetapkan atasan akan tercapai tanpa deviasi. Tapi seringkali kondisi ideal ini tidak terjadi. Biaya untuk mengawasi bawahan setiap saat akan terlalu tinggi. Sementara itu, bawahan juga memiliki sejumlah kepentingan pribadi yang ingin ia penuhi. Di sinilah ruang untuk korupsi terbuka. Pihak ketiga bisa mendapat keuntungan dengan menawarkan sejumlah imbalan pada bawahan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari apa yang diinginkan atasan. Seperti halnya perburuan rente, transaksi antara bawahan dan pihak ketiga belum tentu selalu berupa korupsi. Juga belum tentu selalu menghasilkan kerugian neto pada perekonomian. Dalam pembahasan di Bab ini, saya akan menghindari perdebatan definitif tentang apa yang disebut atau termasuk tindakan korupsi.

Ada banyak variasi dalam studi kontemporer tentang ekonomi korupsi. Kita bisa melihat kondisi dimana ada kompetisi antara pemburu rente. Atau, apa yang akan terjadi jika kekuatan monopoli pemerintah sebagai penyedia layanan publik diperkecil dengan menghadirkan kompetitor, baik pihak swasta maupun sesama otoritas pemerintah.[9] Tapi tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa variasi-variasi ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari dua teori dasar di atas. Dan dari kedua teori itu, kita bisa merangkum ada tiga kondisi yang mendorong terjadinya korupsi:[10]

  1. Kekuasaan atau otoritas yang diskretif. Artinya, pejabat publik memiliki wewenang, baik legal maupun tidak, untuk menentukan bagaimana sebuah keputusan atau kebijakan akan dijalankan. Contohnya, petugas imigrasi bisa menentukan boleh tidaknya sebuah kontainer berisi barang ekspor dikirim; petugas kelurahan bisa menentukan berapa lama sebuah KTP akan selesai.
  2. Potensi bagi terciptanya rente ekonomi. Dalam kasus petugas imigrasi atau keluarahan di atas, otoritas yang mereka miliki membuka peluang bagi adanya transaksi yang membuat ijin ekspor bisa keluar, atau KTP bisa selesai lebih cepat.
  3. Institusi yang lemah. Tanpa adanya sanksi, pengawasan dan penegakan aturan yang ketat dan konsisten, maka rente ekonomi bukan hanya sekedar potensi, tapi akan dengan mudah menjadi realisasi.

Dari sini kita akan beranjak ke isu berikutnya yaitu bagaimana kita melihat korupsi sebagai biaya bagi perekonomian.


Referensi

[1] Bruce Alexander Buchan dan Lisa Hill, “From Republicanism to Liberalism: Corruption and Empire in Enlightenment Political Thought,” dalam M. Janover, et. al., Australasian Political Studies Association Conference Proceedings. Melbourne: School of Political and Social Inquiry, Monash University, 2007.

[2] Peraih hadiah Nobel ekonomi Gunnar Myrdal bahkan pernah menyebut korupsi sebagai hal yang ‘tabu’ dijadikan topik riset ekonomi. Lihat Gunnar Myrdal “Corruption—Its Causes and Effects,” dalam Asian Drama: An Enquiry into the Poverty of Nations, Vol. II. New York: Twentieth Century Fund, 1968, hal. 937-951.

[3] Susan Rose-Ackerman, "The Economics of Corruption", Journal of Political Economy, Vol. IV, 1975, hal. 187-203.

[4] Lihat, antara lain, William Eastery, An Elusive Quest for Growth. Cambridge, MA: MIT Press, 2001.

[5] Lihat Sebastian Mallaby, The World's Banker: A Story of Failed States, Financial Crises, and the Wealth and Poverty of Nations, New York: Penguin Press, 2004, untuk mendapat gambaran bagaimana perubahan paradigma ini terjadi di tubuh Bank Dunia.

[6] Gordon Tullock. "The Welfare Costs of Tariffs, Monopolies, and Theft". Western Economic Journal Vol. 5 No. 3, 1967, hal. 224–232. Tullock kemudian terkenal dengan berbagai karyanya di bidang ekonomi publik, terutama kolaborasinya dengan James Buchanan. Ironisnya, Tullock belum pernah meraih hadiah Nobel Ekonomi, meski namanya beberapa kali masuk bursa kandidat.

[7] Krueger, Anne. "The Political Economy of the Rent-Seeking Society". American Economic Review Vol. 64 No. 3, 1974, hal. 291–303.

[8] Lihat Johann Graf Lambsdorff, The institutional economics of corruption and reform: theory, evidence, and policy, Cambridge: Cambridge University Press, 2007, hal. 114-16.

[9] Andrei Schleifer dan Robert W. Vishny. “Corruption,” The Quarterly Journal of Economics Vol. 108 No. 3 (Agustus 1993), hal. 599-617.

[10] Toke S. Aidt, “Economic Analysis of Corruption: A Survey,” The Economic Journal Vol. 113 No. 491 (Nov. 2003), hal. F632-F652.


2 comments:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete
  2. Saya memiliki skor kredit yang sangat rendah sehingga upaya saya untuk meminjam dari Bank ditolak. Saya merasa bangkrut sampai-sampai saya tidak mampu membeli tiga kali sehari, dan saya benar-benar bangkrut karena nama saya identik dengan kemiskinan. saya berhutang baik dari teman-teman saya dan juga dari rentenir hidup saya di bawah ancaman saya harus melarikan diri dari rumah dan saya membawa anak-anak saya untuk bertemu ibu mertua saya karena sifat ancaman yang saya terima dari mereka yang meminjamkan saya uang Jadi saya harus mencari cara cepat dan mendesak untuk membayar kembali uang itu dan juga memulai bisnis baru usaha pertama saya sangat mengerikan karena saya ditipu sebesar Rp5.390.020,00 saya harus pindah juga dua minggu kemudian saya kehilangan Rp300.500,00 kepada pemberi pinjaman yang curang jadi saya turun secara finansial dan emosional karena ini yang paling tidak saya harapkan sehingga seorang teman saya memberi tahu saya untuk menghubungi email ini: :( iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com) bahwa saya harus meminta jumlah berapa pun berharap agar Bunda Iskandar selalu menjadi kembali untuk memberikan bantuan keuangan kepada siapa pun yang membutuhkan sehingga saya meminta untuk jumlah Rp850.000.000,00 dalam waktu 24 jam cerita saya berubah untuk selamanya saya membayar semua hutang saya dan saya juga memiliki cukup uang untuk membiayai sendiri bisnis semua terima kasih kepada teman saya yang memperkenalkan saya kepada ibu khususnya dan juga kepada Ibu Iskandar pada umumnya untuk mengubah rasa malu saya menjadi terkenal
    Atas perkenan: ISKANDAR LESTARI LOAN COMPANY
    Email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)

    ReplyDelete