tudi-studi dalam ekonomi tentang peran institusi bisa dikelompokkan menjadi dua. Pertama, yang melihat institusi di tataran mikro. Biasanya yang dilihat adalah bagaimana institusi berperan dalam menyelesaikan problem koordinasi, alokasi sumber daya dan sebagainya dalam kelompok yang relatif terbatas.
Beberapa studi institusi mikro yang sempat saya baca antara lain oleh Rozensweig dan Stark (1989) yang menunjukkan bahwa pola perkawinan patrilocal exogamy di beberapa daerah di India ada kaitannya dengan manajamen risiko. Pathrilocal exogamy adalah pernikahan melibatkan pasangan dari desa yang berbeda dan jaraknya relatif jauh. Dalam pola ini, setelah menikah istri akan ikut ke desa suami, tinggal bersama keluarga barunya.
Bagaimana pola ini bisa menjadi mekanisme manajemen risiko? Buat keluarga perempuan, anak mereka yang pindah ke desa suami akan menjadi sumber pendapatan ketika desa ybs. mengalami shock (misalnya, gagal panen). Ada beberapa temuan menarik dalam studi ini:
Pernikahan biasanya melibatkan dua desa yang jaraknya desa relatif jauh (92% perempuan datang dari atau pergi ke desa yang berbeda dengan rata-rata 33km). Ini adalah mekanisme mitigasi, jarak yang jauh artinya menghindaricovariant shock (dua desa yang berdekatan tentu memiliki risiko seperti cuaca buruk yang sama.
Di antara rumah tangga yang memiliki lebih dari 2 anak perempuan yang menikah dan pindah, 94% tidak pergi ke desa yang sama. Ini juga bentuk lain dari mitigasi risiko: don’t put all your eggs (daughters) in one basket (village).
Hanya 14 dari 115 pernikahan tidak melibatkan pasangan yang tidak berhubungan kerabat. Jelas, transfer antara keluarga akan lebih mudah terjadi antara dua keluarga yang masih berhubungan kerabat.
59% nilai transfer datang dari luar desa. Ini menegaskan bahwa memang penduduk di desa-desa yang diobservasi cukup tergantung pada pendapatan transfer dari luar desa.
Selain Rozensweig dan Stark, studi lain yang saya sempat baca adalah karya Vijayendra Rao (2001). Rao menemukan, di sebuah komunitas kasta rendahan di India (yang tentunya relatif miskin), pengeluaran untuk perayaan keagamaan rata-rata sebesar 15% dari total pengeluaran rumah tangga.
Di sini argumen rasionalitas ternyata berjalan. Pengeluaran untuk festival sebenarnya merupakan ‘investasi sosial’ yang memberikan ‘manfaat’ bagi rumah tangga. Rao menemukan, setelah sejumlah karakteristik rumah tangga dikontrol, pengeluaran untuk festival keagamaan ternyata berbanding lurus dengan ‘undangan makan dari tetangga’, dan berbanding terbalik dengan ‘harga yang harus dibayar untuk membeli kebutuhan sehari-hari dari sesame penduduk desa.’
* * *
Kelompok kedua adalah studi di tataran makro. Studi-studi ini melihat peran institusi terhadap kinerja ekonomi suatu negara. Pada dasarnya, kelompok ini menggunakan pendekatan cross-country regression or comparison.
Bagaimana mengukur kualitas institusi sebuah negara? Yang umum digunakan adalah sejumlah indeks seperti Indeks Supremasi Hukum, Indeks Kualitas Birokrasi, Indeks Korupsi, Indeks Kontrol atas Eksekutif, Indeks Kualitas Regulasi, Indeks Kebebasan Sipil dan Politik, Indeks Demokratisasi dan sebagainya – tergantung institusi apa yang ingin dilihat.
(Kita bisa perdebatkan seberapa sahih dan konsisten indeks-indeks itu. Kita juga bisa perdebatkan apakah pendekatan komparasi antarnegara adalah pendekatan yang sahih. Saya sendiri bukanlah penggemar fanatik metode ini. Tapi akan gegabah juga untuk menolak hasil banyak studi yang sudah dilakukan dengan metode dan indicator ini).
Hasil akhir dari analisis-analisis yang ada umumnya memang kurang menarik: semakin baik institusi, semakin baik birokrasi, semakin rendah korupsi, akan berasosiasi dengan semakin tinggi kesejahteraan dan kinerja ekonomi. Yang lebih menarik adalah melihat bagaimana studi-studi ini berusaha mengatasi problem endogenitas: apa menyebabkan apa? Apakah suatu negara bisa makmur karena institusi yang baik? Atau justru institusi yang baik bisa dicapai ketika negara sudah makmur?
Untuk mengatasi problem ayam dan telur ini, kita perlu menemukan satu atau beberapa faktor yang menjelaskan variasi dari kualitas institusi antarnegara secara eksogen. Itu mengapa kebanyakan analisis tentang institusi mencari penjelasan dari sejarah.
Legal origin
Salah satu aspek institusi yang berbeda di satu negara dan yang lain adalah sistem legal yang dianut. Sekarang ini, meski batasannya semakin kabur, setidaknya ada dua kelompok besar sistem legal: (British) Common Law dan (Continental) Civil Law. Civil Law bisa dibagi lagi menjadi sistem Prancis, Belanda, Jerman, Skandinavia. Di luar itu, beberapa scholar mengelompokkan sistem hukum Islam sebagai kelompok terpisah.
Mengapa di Inggris berkembang sistem Common Law, dan di daratan (terutama Prancis) berkembang sistem Civil Law? Terus terang saya kekurangan rujukan untuk menjelaskan ini lebih dalam. Tapi dari yang saya pahami, ini tidak terlepas dari kondisi awal di Inggris dan Prancis ketika kedua negara itu tengah membangun sistem legal. Di Inggris, situasinya lebih ‘damai’, tensi antara pusat dan daerah relatif tidak ada. Maka di sana bisa berkembang sistem Common Law yang pada dasarnya sangat fleksibel dan desentralistik.
Kondisi sebaliknya ada di Prancis – tensi antara pusat dan daerah sempat tinggi. Untuk memastikan pusat punya otoritas yang besar, diperlukan aturan hukum yang baku, terkodifikasi, dan sekecil mungkin bisa diintepretasikan secara beragam.
Sistem legal yang berkembang di Eropa kemudian ‘diekspor’ ke belahan dunia lain melalui: 1) perdagangan, 2) kolonialisme. Dan sistem hukum yang diwariskan di satu negara relatif bertahan hingga era modern. (Lihat gambar)
(Catatan: saya berharap teman-teman dari latar belakang legal bisa mengoreksi atau menambahkan penjelasan ini).
Dalam satu studinya, “Law and Finance,” La Porta, Lopez, Schleifer and Vishny (1998) menemukan bahwa:
Proteksi terhadap investor paling bagus di negara-negara penganut common law, paling buruk di antara negara penganut French civil law, sementara German dan Scandinavian civil law di tengah.
Penegakan hukum paling baik di German dan Scandinavian civil law. Paling jelek di French civil law. Common law di tengah-tengah.
Proteksi terhadap hak milik dan investor adalah hal penting bagi kinerja ekonomi. Perlindungan investor yang jelek menghasilkan konsentrasi kepemilikan dan sistem finansial yang tidak bekerja baik, ditunjukkan oleh tingkat kredit yang rendah.
Colonial origin
Argumen legal origin mengatakan, sistem legal ditransfer ke belahan dunia lain lewat, salah satunya, kolonialisme. Tapi di antara penganut sistem legal yang sama kita masih menjumpai variasi dalam institusi dan kinerja ekonomi.
Menurut Daron Acemoglu, Simon Johnson dan Simon Robinson (AJR, 2001), strategi kolonialisme akan mempengaruhi seberapa besar negara kolonial mau melakukan investasi dalam hal institusi di negara koloni. Menurut AJR, strategi kolonialisme yang dimiliki oleh penjajah bervariasi dari semata-mata ekstraktif (Belgia di Kongo, Spanyol di Amerika Latin), artinya negara penjajah tidak peduli pada pembangunan institusi, hanya datang untuk mengeruk kekayaan alam, hingga yang membangun ‘Eropa Baru’ (Amerika Serikat, Kanada, Australia).
Strategi yang dipilih, menurut AJR, akan dipengaruhi oleh tantangan yang dihadapi oleh kekuatan penjajah. Tantangan itu bisa berupa iklim yang tidak bersahabat, penyakit, penduduk asli yang relatif terorganisasi, dan sebagainya. Ketika tantangan cukup tinggi, kekuatan kolonial akan lebih berorientasi pada strategi ekstraktif. Sebaliknya, jika tantangan relatif bisa dihadapi, mereka akan membangun Eropa yang baru, dengan institusi yang hampir menyerupai apa yang ada di Eropa. (Lihat gambar).
Saya memiliki skor kredit yang sangat rendah sehingga upaya saya untuk meminjam dari Bank ditolak. Saya merasa bangkrut sampai-sampai saya tidak mampu membeli tiga kali sehari, dan saya benar-benar bangkrut karena nama saya identik dengan kemiskinan. saya berhutang baik dari teman-teman saya dan juga dari rentenir hidup saya di bawah ancaman saya harus melarikan diri dari rumah dan saya membawa anak-anak saya untuk bertemu ibu mertua saya karena sifat ancaman yang saya terima dari mereka yang meminjamkan saya uang Jadi saya harus mencari cara cepat dan mendesak untuk membayar kembali uang itu dan juga memulai bisnis baru usaha pertama saya sangat mengerikan karena saya ditipu sebesar Rp5.390.020,00 saya harus pindah juga dua minggu kemudian saya kehilangan Rp300.500,00 kepada pemberi pinjaman yang curang jadi saya turun secara finansial dan emosional karena ini yang paling tidak saya harapkan sehingga seorang teman saya memberi tahu saya untuk menghubungi email ini: :( iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com) bahwa saya harus meminta jumlah berapa pun berharap agar Bunda Iskandar selalu menjadi kembali untuk memberikan bantuan keuangan kepada siapa pun yang membutuhkan sehingga saya meminta untuk jumlah Rp850.000.000,00 dalam waktu 24 jam cerita saya berubah untuk selamanya saya membayar semua hutang saya dan saya juga memiliki cukup uang untuk membiayai sendiri bisnis semua terima kasih kepada teman saya yang memperkenalkan saya kepada ibu khususnya dan juga kepada Ibu Iskandar pada umumnya untuk mengubah rasa malu saya menjadi terkenal
ReplyDeleteAtas perkenan: ISKANDAR LESTARI LOAN COMPANY
Email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)