Friday, June 27, 2014

Soal kesenjangan dan pilihan di Pilpres

Dari sejumlah obrolan, beberapa kawan mengatakan belum tahu akan memilih siapa. Mereka mengatakan, mungkin akhirnya tidak akan memilih. Kebanyakan memastikan tidak akan memilih Prabowo, meski beberapa masih membuka kemungkinan itu. Di saat yang sama, mereka tidak yakin dengan kemampuan Jokowi. Khususnya kemampuan mengelola kebijakan ekonomi, dan sedikit banyak dalam memberikan keamanan.

Bagaimana kita menilai “kemampuan” seorang calon presiden? Tentu ini sangat tergantung pada apa yang kita lihat sebagai problem atau tantangan. Kita bisa melihat problem ekonomi ada di tingkat makro: pengendalian inflasi, mempertahankan laju pertumbuhan, kepercayaan investor, nilai tukar, indeks saham dan semacamnya. Kalau ada krisis global, apakah Jokowi berpengalaman? Apakah fluktuasi Rupiah bisa diselesaikan dengan blusukan? Seperti apa nanti Jokowi di forum internasional?

Saya melihat problem atau tantangan terbesar kita saat ini bukanlah indikator-indikator ekonomi makro seperti inflasi, indeks saham, nilai tukar, laju pertumbuhan. Tentu hal-hal itu penting. Tapi saya melihat ada problem yang lebih serius: kesenjangan yang melebar. Saya bisa membahas panjang lebar soal kesenjangan dari sisi indikator, teori dan data. Tapi lebih dari sekedar membaca data, saya ingin kita “merasakan” apa itu kesenjangan.

* * *
Sebuah sedan melaju di sebuah kawasan pemukiman. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul sebuah motor yang melawan arus. Tabrakan tak terhindarkan. Dalam aturan lalu lintas, seharusnya mobil ada di pihak yang benar. Tapi tidak menurut penduduk yang kebetulan ada di sekitar kejadian. Mereka menggedor-gedor sedan, mengatakan bahwa pengemudi mobil yang salah. Seseorang dalam kerumunan sempat berteriak, “Kamu orang kaya, kamu harus bertanggung jawab!”

Reaksi spontan saya ketika membaca berita di atas adalah betapa masyarakat kita semakin tidak disiplin. Lebih parah, tidak ada lagi patokan siapa yang salah dan siapa yang benar dalam sebuah insiden lalu-lintas.

Pertanyaan yang lebih dalam adalah mengapa. Saya kuatir, itu hanya satu  manifestasi dari makin melebarnya kesenjangan pendapatan. Pengendara motor mewakili kelompok menengah bawah; pengendara mobil mewakili kelompok atas. Ketika terjadi tabrakan, itu lebih dari sekedar kecelakaan lalu-lintas. Itu menjadi simbol ‘benturan’ antara yang kaya dan miskin.

Masalahnya bukan semata-mata adanya kesenjangan pendapatan. Bahwa ada yang lebih kaya dan lebih miskin dalam sebuah masyarakat tidak terhindarkan. Pada taraf tertentu, ini bisa jadi insentif atau motivasi bagi mereka yang berpendapatan rendah untuk lebih produktif. Cerita sukses pengusaha yang meniti dari bawah cukup efektif jadi motivasi bagi banyak bagi pengusaha kecil-menengah untuk tumbuh.

Kesenjangan pendapatan jadi masalah jika ada hambatan dalam mobilitas sosial. Ketika yang miskin melihat bahwa sangat kecil peluang bagi mereka untuk jadi makmur. Di sinilah kesenjangan pendapatan menjadi kesenjangan sosial. Itulah yang kita sekarang lihat: tensi sosial yang meningkat, rasa aman dan kepercayaan yang turun.

Semakin serius jika problem tensi sosial dan kepercayaan ini diatasi bukan dengan menghapus akar masalahnya. Tapi dengan meningkatkan penjagaan di gedung atau di kompleks perumahan, dan membuat tempat-tempat publik khusus kelompok menengah atas dan khusus kelompok bawah (baca artikel yang ditulis dengan baik di sini). Ini adalah kondisi yang lebih ekstrem, ketika kesenjangan sosial sudah menjadi ekslusi atau isolasi sosial. Ketika ekonomi terdiri oleh dua atau beberapa ‘pulau’ berdasarkan kelompok sosial ekonomi berbeda.

* * *
Banyak problem yang dihadapi kelas menengah kuncinya ada di bagaimana pemerintah menyelesaikan problem kesenjangan. Apa artinya indeks saham kuat tapi risiko kita dirampok juga besar? Apa artinya investasi kita makin profitabel tapi kita harus bayar Satpam lebih banyak karena kita tidak merasa aman?

Premanisme, kekerasan, masalah keamanan memang harus diatasi dengan ketegasan aparat. Tapi tanpa menyelesaikan akar masalahnya – yaitu kesenjangan sosial – semua solusi hanya jangka pendek. Di sinilah kita perlu pemimpin yang bukan hanya menjual citra ketegasan. Tetapi pemimpin yang bisa turun, mendengarkan, mengajak warga turut serta dalam pengambilan keputusan.

Pemilu adalah soal pilihan. Seringkali, kita dibatasi oleh pilihan yang ada. Tentu tidak ada yang mampu mengatasi problem kesenjangan sosial dalam waktu singkat. Tapi kita bisa lihat siapa yang menjadikan itu sebagai prioritas.

Dari dua pilihan yang ada, saya melihat kemampuan ini ada dalam Joko Widodo. Ia sudah menunjukkan bagaimana ia menyelesaikan pemindahan PKL di Kota Solo, memindahkan warga di waduk Pluit dan Ria Rio. Di Solo dan Jakarta ia memberi prioritas pada penyediaan ruang publik – sesuatu yang sangat penting dalam menghilangkan sekat antara kelompok masyarakat. Jokowi juga memberi prioritas pada kebijakan pengembangan sumber daya manusia supaya makin banyak anak muda yang kompetitif di pasar kerja. Dengan SDM yang makin baik, orang akan semakin mudah menyeberangi pulau-pulau kesenjangan sosial yang ada.

Bagaimana dengan Prabowo? Silahkan lihat catatan saya dari debat soal ekonomi di sini. Bandingkan mana yang pendekatannya lebih riil dan mengakar, mana yang masih mengawang.

Sekali lagi, soal kesenjangan dan ekslusi sosial ini adalah masalah kelas menengah juga. Masalah kita. Untuk mengatasi problem itu yang dibutuhkan adalah pemimpin yang mendengar warga, bukan hanya ingin didengar; yang melibatkan dan mengajak, bukan hanya mengkomando; dan yang terbuka untuk dikritik

1 comment:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete