Tuesday, October 20, 2009

Rumah tangga: altruisme atau negosiasi?

Dalam banyak studi empiris dalam ekonomi tentang pengambilan keputusan, terutama yang terkait dengan variabel-variabel kesejahteraan (konsumsi, pendapatan), umumnya rumah tangga diperlakukan sebagai unit terkecil dalam pengambilan keputusan. Termasuk ketika kita menggambarkan preferensi dan fungsi utility. Banyak survey pun dilakukan dengan rumah tangga sebagai unit observasi, bukan individu.

Kenyataannya, rumah tangga terdiri dari sejumlah individu dengan preferensi berbeda. Selain itu, distribusi utility rumah tangga tidak selalu merata ke seluruh anggota. Implikasinya, kebijakan yang secara teori meningkatkan utility rumah tangga secara keseluruhan belum tentu terjadi pada masing-masing.

Dua pandangan di atas merupakan ringkasan dari dua model tentang pengambilan keputusan di tingkat rumah tangga: unitary vs. collective. Ringkasan yang bagus tentang kedua model ini bisa dilihat di Alderman et. al (1995) (link ini merujuk pada versi working paper; versi publikasinya ada di The World Bank Research Observer Vol. 10 No. 1, Feb 1995).

Unitary model
Sering disebut juga sebagai ‘common preference,’ ‘altruism,’ atau ‘benevolent dictator’ model. Model ini melihat rumah tangga sebagai satu kesatuan unit dimana anggota-anggotanya bisa sepakat dalam menentukan alokasi sumber daya/pengeluaran. Secara implisit mengasumsikan bahwa seluruh sumber daya rumah tangga digabung bersama (pooled resources). Alternatif lain untuk melihat model ini adalah menganggap rumah tangga dipimpin oleh seorang ‘benevolent dictator’ yang preferensinya menjadi representasi anggota lain.

Implikasi dari model ini adalah keputusan rumah tangga dalam hal alokasi konsumsi hanya ditentukan oleh pendapatan rumah tangga keseluruhan. Perbedaan preferensi individual tidak akan menentukan alokasi. Dalam kenyataan, kita tahu preferensi individual tetap sulit diagregasi, dan harus diperhitungkan dalam menggambarkan preferensi rumah tangga.

Bagaimana mengakomodasi soal perbedaan preferensi? Samuelson (1956) melakukannya dengan menganggap bahwa preferensi agregat di tingkat rumah tangga bisa dicapai lewat konsensus. Problemnya adalah bagaimana rumah tangga bisa mencapai konsensus? Ini yang tidak terlalu dijelaskan oleh Samuelson. Becker (1973) berpendapat bahwa perbedaan preferensi bisa diperkecil lewat prosesassortative mating. Individu akan memilih pasangan yang preferensinya relatif mirip, misalnya dengan mencari pasangan dengan status sosial ekonomi atau tingkat pendidikan yang hampir sama. Pandangan ini bisa menjelaskan relasi antargender (suami dan istri), tapi tidak menjelaskan relasi antargenerasi (orang tua dan anak). Alternatifnya, Sen (1966) mengusulkan untuk melihat preferensi rumah tangga sebagai rata-rata terimbang dari preferensi individu tiap anggota keluarga. Persoalannya adalah bagaimana kita memberikan bobot untuk setiap preferensi individu, dan apa justifikasinya.

Collective model
Dalam model ini, rumah tangga dilihat sebagai ajang interaksi, tawar-menawar antarindividu anggotanya. Keputusan yang diambil oleh rumah tangga mencerminkan hasil dari sebuah ‘negosiasi’ dan perilaku strategis di antara anggota. Seberapa besar pengaruh satu individu dalam negosiasi ini akan tergantung dari ‘posisi tawar’ relatif terhadap anggota lain.

Apa yang mempengaruhi posisi tawar individu? Bisa macam-macam. Aset yang dibawa ketika menikah (kalau saya tinggal di rumah punya mertua, maka posisi tawar relatif istri saya jadi lebih tinggi), status sosial ekonomi (kalau saya kawula dan istri saya keturunan bangsawan), pendidikan, penghasilan, kekuatan fisik (suami yang kasar biasanya yang tidak punya posisi tawar kuat) dan sebagainya. Tentu dalam realitas, semua faktor bisa terjadi sekaligus dan sulit dipisahkan mana yang dominan. Bisa jadi, realitas tidak selalu sesuai prediksi teori (pendidikan saya lebih tinggi, penghasilan rumah tangga semua dari saya, tetap saja posisi tawar saya lebih rendah dari Juli, istri saya).

Unitary atau collective?
Ini sudah masuk ranah empiris. Untuk itu kita harus memformulasikan sebuah hipotesis untuk diuji. Misalnya, apakah keputusan diambil atas dasar altruistik atau perilaku strategis.

Bagaimana kita menguji hipotesis itu? Dalam psikologi, juga behavioral economics, yang umum adalah lewat eksperimen. Tapi pendekatan eksperimental punya keterbatasan dalam hal jumlah observasi. Karakteristik peserta juga membuat hasil eksperimen punya kendala dalam hal validitas eksternal – bagaimana membuat inferensi untuk rumah tangga pedesaan dari eksperimen yang dilakukan oleh mahasiswa di laboratorium komputer, misalnya.

Alternatifnya, kita bisa menggunakan data survei rumah tangga, tentu dengan memperhatikan berbagai catatan dan keterbatasan yang ada. Di sini kita perlu untuk lebih spesifik lagi dalam membuat hipotesis. Biasanya kita harus berangkat dari sebuah konteks yang spesifik. Altruistik atau tawar-menawar dalam pengambilan keputusan apa (komposisi pengeluaran rumah tangga, migrasi, pemilihan alat kontrasepsi)? Antara siapa (suami-istri, orangtua-anak, mertua-menantu)? Variabel apa yang tersedia untuk mengukur posisi tawar relatif?

Ada beberapa studi yang menarik untuk dirujuk. Fumio Hayashi (1995) melihat dalam konteks keluarga multigenerasi di Jepang. Di Jepang, seperti di banyak masyarakat Asia, adalah umum bahwa orang tua yang sudah lansia tinggal bersama anak mereka yang sudah berkeluarga. Apakah pola ini murni altruistik (dari anak yang sudah dewasa ke orang tua lansia)?

Hayashi (atau Fumio?) coba mendekatinya dari pola alokasi konsumsi rumah tangga. Dalam analisis pendahuluan, ia menemukan bahwa anggota keluarga lansia lebih banyak mengonsumsi bubur gandum (cereal) , makanan laut dan sayur. Sementara anggota keluarga di usia produktif lebih banyak mengalokasikan pengeluaran untuk daging, produk susu dan makan di luar. Ia berangkat dari asumsi bahwa kontribusi lansia terhadap pendapatan rumah tangga adalah proxy atas posisi tawar.

Hipotesisnya adalah apakah kontribusi lansia dalam pendapatan rumah tangga secara signifikan mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga? Atau:

konsumsi j = b0 + b1*kontribusi lansia dalam pendapatan + b3 X + e

Jika b1 = 0, maka rumah tangga menunjukkan pola altruistik; pola konsumsi tidak ada kaitannya dengan kontribusi lansia. Jika b1 > 0 untuk ‘makanan lansia’ dan b1 <> 0 dan signifikan untuk (cereal) dan makanan laut, positif tapi tidak signifikan untuk sayuran, dan negatif serta signifikan untuk daging dan susu serta makan di luar. Kesimpulannya, model ini menolak hipotesis altruisme dalam rumah tangga multigenerasi di Jepang. Artinya, mendukung model rumah tangga kolektif.

Sementara itu, Firman Witoelar (2006, yes, our own Ujang) menunjukkan bahwa modelunitary tetap relevan untuk konteks lain. Menggunakan data Indonesian Family Life Survey, Ujang, eh, Witoelar menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjelaskan sebuah rumah tangga ‘berpisah’ – maksudnya, rumah tangga baru terbentuk dan berpisah dari rumah tangga induk.

Ternyata, rumah tangga dengan aset lebih besar punya probabilitas lebih besar untuk ‘berpisah’, sementara teori memprediksi sebaliknya. Ini merefleksikan kemampuan yang lebih besar dari rumah tangga dengan aset lebih besar dalam memfasilitasi ‘penyapihan’ anggota keluarga. Menurut Witoelar, hal ini lebih konsisten dengan model unitary ketimbang collective. Rumah tangga

Untuk studi tentang posisi tawar relatif antara suami dan istri, lihat, antara lain Duncan Thomas (1990), Thomas dan Chen (1993), Thomas dan Strauss (1995), serta Thomas, Contreras dan Frankenberg (1997, 2002). Studi-studi menggunakan variabelnon-labor income sebagai proxy atas posisi tawar istri relatif terhadap suami. (Di antara kita, Firman, Elan Satriawan dan Arya Gaduh harusnya paling akrab dengan studi-studi Duncan Thomas, John Strauss dan para rekan penulisnya, dan bisa mengelaborasi lebih dalam).


2 comments:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete
  2. Saya memiliki skor kredit yang sangat rendah sehingga upaya saya untuk meminjam dari Bank ditolak. Saya merasa bangkrut sampai-sampai saya tidak mampu membeli tiga kali sehari, dan saya benar-benar bangkrut karena nama saya identik dengan kemiskinan. saya berhutang baik dari teman-teman saya dan juga dari rentenir hidup saya di bawah ancaman saya harus melarikan diri dari rumah dan saya membawa anak-anak saya untuk bertemu ibu mertua saya karena sifat ancaman yang saya terima dari mereka yang meminjamkan saya uang Jadi saya harus mencari cara cepat dan mendesak untuk membayar kembali uang itu dan juga memulai bisnis baru usaha pertama saya sangat mengerikan karena saya ditipu sebesar Rp5.390.020,00 saya harus pindah juga dua minggu kemudian saya kehilangan Rp300.500,00 kepada pemberi pinjaman yang curang jadi saya turun secara finansial dan emosional karena ini yang paling tidak saya harapkan sehingga seorang teman saya memberi tahu saya untuk menghubungi email ini: :( iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com) bahwa saya harus meminta jumlah berapa pun berharap agar Bunda Iskandar selalu menjadi kembali untuk memberikan bantuan keuangan kepada siapa pun yang membutuhkan sehingga saya meminta untuk jumlah Rp850.000.000,00 dalam waktu 24 jam cerita saya berubah untuk selamanya saya membayar semua hutang saya dan saya juga memiliki cukup uang untuk membiayai sendiri bisnis semua terima kasih kepada teman saya yang memperkenalkan saya kepada ibu khususnya dan juga kepada Ibu Iskandar pada umumnya untuk mengubah rasa malu saya menjadi terkenal
    Atas perkenan: ISKANDAR LESTARI LOAN COMPANY
    Email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)

    ReplyDelete